Sabtu, 06 Oktober 2012

MASYARAKAT MULTIKULTUR


Sebab-sebab pluralitas (Mengapa Majemuk?)
Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa pluralitas masyarakat Indonesia :
Yang pertama, keadaan geografik wilayah Indonesia yang terdiri atas kurang lebih tiga ribu pulau yang terserak di sepanjang equator kurang lebih tiga ribu mil dari timur ke barat, dan seribu mil dari utara selatan, merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap terjadinya pluralitas sukubangsa di Indonesia.
Ketika nenek moyang bangsa Indonesia yang sekarang ini mula-mula sekali datang secara bergelombang sebagai emigran daru daerah yang kita kenal sebagai daerah Tiongkok Selatan pada kira-kira dua ribu tahun sebelum masehi, keadaan geografik serupa itu telah memaksa mereka harus tinggal menetap di daerah yang terpisah-pisah satu sama lainnya. Isolasi geografik demikian di kemudian hari mengakibatkan penduduk yang menempati setiap pulau atau sebagian dari pulau di Nusantara ini tumbuh menjadi kesatuan-kesatuan sukubangsa yang sedikit banyak terisolasi dari kesatuan-kesatuan sukubangsa yang lain. Setiap kesatuan sukubangsa terdiri atas sejumlah orang yang dipersatukan oleh ikatan-ikatan emosional, serta memandang diri mereka sebagai suatu jenis tersendiri.  Dengan perkecualian yang sangat kecil, satuan-satuan sosial itu mengembangkan dan akhirnya memiliki bahasa dan warisan kebudayaan yang sama. Lebih dari itu, mereka biasanya mengembangkan kepercayaan bahwa mereka memiliki asal-usul keturunan yang sama, suatu kepercayaan yang seringkali didukung oleh mitos-mitos yang hidup dalam masyarakat.
Tentang berapa jumlah suku bangsa yang sebenarnya ada di Indonesia, ternyata terdapat berbagai pendapat yang tidak sama di antara para ahli ilmu kemasyarakatan. Hildred Geertz misalnya menyebutkan adanya lebih kurang tiga ratus sukubangsa di Indonesia, masing-masing dengan bahasa dan identitas kultural yang berbeda-beda.
Skinner menyebutkan adanya lebih dari 35 sukubangsa di Indonesia, masing-masing dengan adat istiadat yang tidak sama. Lebih dari sekedar menyebutkan banyaknya sukubangsa di Indonesia, Skinner menggambarkan juga perbandingan besarnya sukubangsa-sukubangsa tersebut. Beberapa sukubangsa yang paling besar sebagaimana disebut oleh Skinner adalah Jawa, Sunda, Madura, Mingangkabau, dan Bugis. Kemudian ada beberapa sukubangsa yang lain yang cukup besar,  yaitu Bali, Batak Toba, dan Sumbawa. Buku Statistik Hindia Belanda menggambarkan prosentasi sukubangsa di Indonesia pada tahun 1930, sebagai berikut.
  1. Jawa : 47.02 persen
  2. Sunda : 14,53 persen
  3. Madura : 7,28 persen
  4. Minangkabau : 3,36 persen
  5. Bugis : 2,59 persen
  6. Batak : 2,04 persen
  7. Bali : 1,88 persen
  8. Betawi: 1,66 persen
  9. Melayu: 1,61 persen
  10. Banjar : 1,52 persen
  11. Aceh: 1,41 persen
  12. Palembang: 1,30 persen
  13. Sasak: 1,12 persen
  14. Dayak: 1,10 persen
  15. Makasar: 1,09 persen
  16. Toraja: 0,94 persen
  17. lainnya : 9,54 persen.
Walaupun angka tersebut dibuat pada waktu yang telah sangat lampau, tetapi melihat angka kelahiran, angka kematian, atau angka pertumbuhan penduduk, mungkin hal tersebut masih dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi saat ini.
Mengikuti pengertian sukubangsa yang dikemukakan oleh para ahli antropologi, Dr. Nasikun menggolongkan orang-orang Tionghoa sebagai salah satu sukubangsa di Indonesia, dan berdasarkan laporan Biro Pusat Statistik, dan berdasarkan perkiraan tambahan penduduk golongan Tionghoa 3 persen, serta dengan mengingat kurang lebih 100.000 orang Tionghoa kembali ke Tiongkok selama tahun 1959 dan 1960, diperkirakan jumlah orang Tionghoa yang tinggal di Indonesia pada tahun 1961 sebanyak 2,45 juta orang, sementara penduduk pribumi waktu itu diperkirakan 90.882 juta orang. Walaupun jumlah orang Tionghoa sangat kecil dibandingkan dengan penduduk pribumi, tetapi mengingat kedudukan mereka yang sangat penting dalam kehidupan ekonomi, mereka sangat mempengaruhi hubungan mereka dengan sukubangsa-sukubangsa yang lain (yang secara keseluruhan disebut pribumi).
Faktor kedua yang menyebabkan pluralitas masayarakat Indonesia adalah kenyataan bahwa Indonesia terletak di antara Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik. Keadaan ini menjadikan Indonesia menjadi lalu lintas perdagangan, sehingga  sangat mempengaruhi terciptanya pluralitas agama di dalam masyarakat Indonesia.
Telah sejak lama masyarakat Indonesia memperoleh berbagai pengaruh kebudayaan bangsa lain melalui para pedagang asing. Pengaruh yang pertama kali menyentuh masyarakat Indonesia adalah agama Hindu dan Budha dari India sejak kurang lebih empat ratus tahun sebelum masehi.
Hinduisme dan Budhaisme pada waktu itu tersebar meliputi daerah yang cukup luas di Indonesia, serta lebur bersama-sama dengan kebudayan asli yang telah hidup dan berkembang lebih dulu. Namun, pengaruh Hindu dan Budaha terutama dirasakan di Pulau Jawa dan Pulau Bali.
Pengaruh kebudayaan Islam mulai memasuki masyarakat Indonesia sejak abad ke-13, akan tetapi baru benar-benar mengalami proses penyebaran yang luas pada abad ke-15.  Pengaruh Islam sangat kuat terutama pada daerah-daerah di mana Hindu dan Budha tidak tertanam cukup kuat. Karena keadaan yang demikian, cara beragama yang sinkretik sangat terasakan, kepercayaan-kepercayaan animisme, dinamisme bercampur dengan kepercayaan agama Hindu, Budha, dan Islam. Pengaruh reformasi agama Islam yang memasuki Indonesia pada permulaan abad ke-17 dan terutama akhir abad ke-19 ternyata tidak berhasil mengubah keadaan tersebut, kecuali memperkuat pengaruh agama Islam di daerah-daerah yang sebelumnya memang telah merupakan daerah pengaruh agama Islam. Sementara itu, Bali masih tetap merupakan daerah  agama Hindu.
Pengaruh kebudayaan Barat mulai memasuki masyarakat Indonesia melalui kedatangan Bangsa Portugis pada permulaan abad ke-16.  Kedatangan mereka ke Indonesia tertarik oleh kekayaan rempah-rempah di daerah Kepulauan Maluku, suatu jenis barang dagangan yang sedang laku keras di Eropa pada waktu itu.
Kegiatan missionaris yang menyertai kegiatan perdagangan mereka, dengan segera berhasil menanamkan pengaruh agama Katholik di daerah tersebut. Ketika bangsa Belanda berhasil mendesak bangsa Portugis ke luar dari daerah-daerah tersebut pada kira-kira tahun 1600-an, maka pengaruh agama Katholik pun segera digantikan pula oleh pengaruh agama Kristen Protestan. Namun demikian, sikap bangsa Belanda yang lebih lunak di dalam soal agama apabila dibandingkan dengan bangsa Portugis, telah mengakibatkan pengaruh agama Kristen Protestan hanya mampu memasuki daerah-daerah yang sebelumnya tidak cukup kuat dipengaruhi oleh agama Islam dan Hindu.
Hasil fina dari semua pengaruh kebudayaan tersebut kita jumpai dalam bentuk pluralitas agama di dalam masyarakat Indonesia. Di luar Jawa, hasilnya kita lihat pada timbulnya golongan Islam modernis terutama di daerah-daerah yang strategis di dalam jalur perdagangan internasional pada waktu masuknya reformasi agama Islam, golongan Islam konservatif-tradisional di daerah pedalaman-pedalaman, dan golongan Kristen (Katholik dan Protestan) di daerah-daerah Maluku, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Tapanuli, dan sedikit di daerah Kalimantan Tengah; serta golongan Hindu Bali (Hindu Dharma) terutama di Bali.
Di Pulau Jawa dijumpai golongan Islam modernis terutama di daerah-daerah pantai Utara Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan kebudayaan pantainya, serta sebagian besar daerah Jawa Barat, golongan Islam konservatif-tradisional di daerah-daerah pedalaman Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta golongan Kristen yang tersebar di hampir setiap daerah perkotaan Jawa.
Faktor ketiga, iklim yang berbeda-beda dan struktur yang tidak sama di antara berbagai daerah di kepulauan Nusantara, telah mengakibatkan pluralitas regional. Perbedaan curah hujan dan kesuburan tanah merupakan kondisi yang menciptakan dua macam lingkungan ekologis yang berbeda, yakni daerah pertanian basah (wet rice cultivation) yang terutama banyak dijumpai di Pulau Jawa dan Bali, serta daerah ladang (shifting cultivation) yang banyak dijumpai di luar Jawa.







Faktor utama yang mendorong terbentuknya kemajemukan masy. Indonesia adalah :
1. Latar belakang historis
Adanya perbedaan waktu dan jalur perjalanan ketika nenek moyang bangsa Indonesia berpindah (migrasi) dari Yunan (Cina Selatan) ke pulau-pulau di Nusantara
2. Kondisi geografis
Perbedaan kondisi geografis Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau dengan relief beranekaragam dan satu dengan lainnya dihubungkan oleh laut dangkal, melahirkan suku bangsa yang beranekaragam pula, terutama pola kegiatan ekonomi dan perwujudan kebudayaan yang dihasilkan untuk mendukung kegiatan ekonomi tersebut
3. Keterbukaan terhadap kebudayaan luar
Bangsa Indonesia adalah contoh bangsa yang terbuka. Hal ini dapat dilihat dari besarnya pengaruh asing dalam membentuk keanekaragaman masyaarkat di seluruh wilayah Indonesia yaitu antara lain pengaruh kebudayaan India, Cina, Arab dan Eropa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar