Minggu, 15 September 2013

EIC

BAB I
PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang
Engagemant, intake, dan contract : merupakan tahap awal dalam praktek pertolongan, yaitu kontrak antara pekerja social dengan klien yang berakhir pada kesepakatan untuk terlibat dalam proses pertolongan. Pertolongan bukan sesuatu yang mudah untuk diaplikasikan dalam suatu tindakan. Selain tertuju pada hasil, tindakan seseorang harus didasari oleh perencanaan yang matang dan meminimalisir segala hal yang dapat melahirkan masalah baru. Dalam pekerjaan sosial, paling tidak ada beberapa tahapan dalam proses pertolongan.
Pertama, Engagement (Pelamaran). Engagement adalah suatu periode dimana pekerja sosial mulai berorientasi terhadap dirinya sendiri, khususnya mengenai tugas-tugas yang ditanganinya secara profesional dalam memberikan pelayanan dan penyediaan sumber bagi siapa saja yang membutuhkan dan memenuhi syarat untuk diberikan pertolongan. Tahap ini merupakan keterlibatan seseorang di dalam suatu situasi, menciptakan komunikasi dan merumuskan hipotesa-hipotesa mengenai permasalahan yang dihadapi.
Secara terperinci, pada tahap engagement ini pekerja sosial akan terlibat dalam situasi yang ada yang bertugas untuk menciptakan komunikasi dengan semua orang yang terlibat disertai pengamatan yang analitik terhadap kasus yang dihadapi. Hasil dari pengamatan dan komunikasi tersebut, pekerja sosial diharapkan mampu mendefinisikan ukuran atau paremeter yang berkaitan dengan hal-hal yang akan dilaksanakan dan diperkuat dengan menciptakan atau membuat suatu struktur kerja awal dalam menangani kasus.
Dalam pelaksanaan tugas pekerja sosial pada tahap engagement ini pekerja sosial mempunyai tanggungjawab untuk menjalin hubungan dengan klien melalui cara yang disesuaikan dengan situasi klien meskipun pekerja sosial harus keluar untuk melibatkan dirinya dengan orang yang tidak aktif mencari bantuan dan tidak direferal agar dapat memperoleh bantuan.
Berbeda dengan voluntary application (klien datang secara sukarela untuk meminta bantuan), klien yang bersifat involuntary application, yakni klien yang tidak mau datang secara sukarela, menuntut pekerja sosial tentang apa yang harus pertama kali dilakukan. Dalam menghadapi klien involuntary application, pekerja sosial harus mampu mengadakan hubungan dan berkenalan dengan klien.
Pada klien involuntary application, klien berusaha untuk mengatasi hal-hal yang berlawanan dengan keinginanya karena peristiwa yang dialaminya seperti bencana alam, kemiskinan yang ekstrim, kecacatan maupun tekanan sosial dari individu atau institusi yang berpengaruh terhadap dirinya, namun klien segan meminta bantuan, oleh karena itu pekerja sosial dituntut agar berusaha keras untuk mencari klien yang tepat.
Kedua, Intake. Tahap intake berarti proses pemasukan klien ke lembaga atau sistem pelayanan, yaitu suatu prosedur yg digunakan oleh badan sosial agar kontak awal dengan klien menjadi produktif, bermanfaat, berlanjut dan menghasilkan perubahan.
Ketiga, Contract. Tahap kedua ini merupakan suatu perumusan dan penyusunan persetujuan kerja guna memperlancar pencapaian tujuan pemecahan masalah. Contract dapat terjadi secara formal maupun informal yang bersifat fleksibel dan dibutuhkan untuk mengubah kehidupan melalui relationship pertolongan yang khusus. Dasar pemikirannya yaitu suatu pola partnership yang berkaitan dengan situasi yang memerlukan perhatian.
Hal ini dibuktikan dengan adanya perumusan atau penetapan kontrak dilakukan secara timbal balik antara pekerja sosial dengan klien. Tujuan Contract ini untuk menciptakan kesepakatan untuk memahami tujuan kerjasama, metode, prosedur yang ditempuh, mendefinisikan peranan dan tugas pekerja sosial serta peranan dan tugas klien.

2.2  Tujuan
·       Menghubungkan klien dengan lembaga pelayanan (access services).
Seorang pekerja sosial merupakan media untuk seorang klien dapat mengakses system sumber yang dibutuhkannya untuk memecahkan permasalahan hidupnya.

·       Menjelaskan prosedur dan mekanisme pelayanan (access procedure).
Pekerja sosial berkewajiban untuk memberikan penjelasan sebelum seorang kilen mendapatkan pelayanan-pelayanan dari lembaga-lembaga/ instansi pelayanan sosial yang terkait.

·       Mekanisme hubungan peksos dengan keluarga dan klien (linkage mechanism).
Sebagai seorang pekerja sosial yang professional, seorang pekerja sosial bukan saja melakukan relasi dengan klien dan beberapa system sumber yang dibututhkan. Tetapi, juga berelasi dengan significant others yang dapat menunjang kinerja pekerja sosial dalam memecahkan permasalahan kliennya.


BAB II
PEMBAHASAN

 2.1   Defenisi Engagement, Intake, Contract
a.     Engagement (Pelamaran)
Orang yang mempunyai masalah biasanya berusaha untuk menghubungi orang lain yang dapat menolongnya. Orang tersebut dapat sendiri atau bersama-sama dengan keluarganya mendatangi Pekerja Sosial guna mendapatkan pelayanan pertolongan (helping service). Di sisni Pekerja Sosial siap untuk memberikan pelayanan dan menyediakan sumber bagi siapa saja yang membutuhkan dan memenuhi persyaratan untuk itu. Tahap ini dinamakan sebagai engagement.
Sedangkan Engagement (pelamaran) sendiri diartikan sebagai:
·       Keterlibatan seseorang di dalam suatu situasi, menciptakan komunikasi dan merumuskan hipotesa-hipotesa  pendahuluan mengenal permasalahan;
·       Suatu periode dimana pekerja sosial mulai berorientasi terhadap dirinya sendiri, khususnyamengenai tugas-tugas yang ditanganinya; dan
·       Pelayanan dan penyediaan sumber bagi siapa saja yang membutuhkan dan memenuhi syarat.
Engagement merupakan salah satu periode dimana pekerja sosial mulai berorientasi pada dirinya sendiri, khususnya mengenai tugas-tugas yang ditanganinya. Awal keterlibatan pada suatu situasi, yang menyebabkan seorang pekerja sosial harus mempunyai tanggung jawab untuk menjalin hubungan dengan klien dalam berbagai cara yang berbeda, yaitu :
a.      Klien datang secara sukarela, untuk meminta bantuan (Voluntary Application).
Klien biasanya menyadari bahwa mereka mempunyai masalah. Mereka memungkinkan untuk dipertimbangkan karena mereka mungkin telah mencoba berbagai cara untuk mengatasi masalahnya, namun tidak/ kurang berhasil. Merekapun menyadari akan kebutuhannya untuk meminta tolong kepada pekerja sosial. Mereka mungkin ada yang tahu. Tetapi ada juga yang tidak tahu tentang masalah mereka yang sesungguhnya.
Mereka pada dasarnya merasakan ketidak-enakan, kesakitan, dan penderitaan yang berkaitan dengan masalah yang dialaminya. Mereka mungkin ada yang dapat da nada yang tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya secara tepat, cepat, permanen, dan menyeluruh.
a.      Klien tidak mau datang secara suka rela (Involuntary Application).
Banyak peristiwa yang menunjukkan beberapa klien untuk mengatasi hal-hal yang berlawanan dengan klien berusaha untuk mengatasi hal-hal yang berlawanan dengan keinginannya. Situasi-situasi kritis yang menyebabkan klien tidak mempunyai alternative, antara lain adalah kemiskinan yang ekstrim, kecacatan, bencana-bencana alam, maupun tekanan-tekanan sosial dari individu-individu dan institusi-institusi yang berpengaruh terhadap dirinya (istri, suami, orang tua, atasan, sekolah, militer, pengadilan dan lembaga-lembaga pelayanan koreksional).
Yang hanya dapat dipeuhi dengan refeal. Selama disana, mereka biasanya segan (reluctance) untuk menerima bantuan. Mereka merasa dipaksa untuk datang kepada pekerja sosial. Disinilah pekerja sosial mempunyai tugas yang paling awal untuk berhubungan dan berkenalan dengan keengganan-keengganan tersebut.
b.     Pekerja Sosial berusaha untuk mencari klien (Reaching Out Effort by Worker).
Pekerja sosial mempunyai tanggung jawab untuk membantu orang-orang yang bermasalah. Oleh karena itu, pekerja sosial akan sering keluar untuk melibatkan dirinya dengan orang yang tidak secara aktif mencari bantuan dan tidak direfeal agar dapat memperoleh bantuan. Mereka mungkin menyadari akan kebutuhannya, tetapi belum atau tidak mampu mewujudkan, tidak mempunyai motivasi, dan tidak mampu untuk memenuhhinya sendiri.

Dalam proses tanya-jawab personal, terjadi saling menilai antara Klien Potensial dan Pekerja Sosial, diantaranya :
1)     Keadaan dan situasi yang mereka rasakan
2)     Keadaan-keadaan yang mempertemukan mereka
3)     Permasalahan dan tugas-tugas yang seyogyanya ditampilkan oleh masing-masing pihak
4)     Sumber-sumber yang nanti dapat dimanfaatkan


Tugas pekerja sosial pada tahap engagement adalah :
a.      Melibatkan dirinya dalam situasi tersebut;
b.     Menciptakan komunikasi dengan semua orang yang terlibat;
c.      Mulai mendefinisikan ukuran/ paremeter yang berkaitan dengan hal-hal yang akan dilaksanakan; dan
d.      Menciptakan atau membuat suatu struktur kerja awal/ pendahuluan.
Iklim konduktif dan komunikasi efektif didalam suatu relasi pertolongan merupakan unsur yang sangat penting artinya jika pekerja sosial tidak mampu menciptakan iklim konduktif dan komunikasi yang efektif, maka klien akan pergi dari pekerja sosial. Iklim konduktif dan komunikasi efektif menungkinkan klien untuk mencurahkan perasaan dan menginformasikan masalahnya. Klien akan dapat merasakan bahwa pekerja sosial tersebut merupakan pribadi yang penuh dengan perhatian dan pengertian. Sehingga kepercayaannya akan mjuncul dan berkembang. Untuk dapat menumbuhkan dan memelihara semua rasa itu, pekerja sosial dituntut untuk memiliki kemampuan menghargai klien, bersikap empatik, dan gigih dalam mempelajari dan memahami permasalahan kliennya.
Pada tahap ini, pekerja sosial hanya dapat memperoleh pengetahuan tentang klien, situasi, dan kesadaran dirinya (pekerja sosial) secara umum. Pada saat yang bersamaan, pekerja sosial berupaya untuk memahami dan sekaligus mengevaluasi klien. Pendapat-pendapat tentang klien, situasi, permasalahan, strategi pemecahan, kebiasaan, emosional, sikap praduga, kecemasan, ketakutan, dan permusuhan antara pekerja sosial dengan klien perlu dipertimbangkan sebelumnya.
Karena, hali ini akan menghasilkan kejujuran yang dimana kejujuran itu sangat penting serta dibutuhkan didalam tahap engagement. Pada dasarnya, peralatan yang penting bagi seorang pekerja sosial ialah obyektivitias, keterbukaan-pikiran, kemampuan untuk menyadari dan mengontrol relasi-relasi diri mereka sendiri, serta kemampuan untuk menyadari keberadaannya dalam diri klien dan juga hubungannya dengan klien, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu pekerja sosial bukanlah penentu keberhasilan proses pertolongan, melainkan sebagai pemberi fasilitas keberhasilan.
Pada jaman modern, Engagement menyangkut pada “selling job”. Pengertian pekerja sosial disini adalah menawarkan diriuntuk memberikan pelayanan, sehingga tugas mereka jauh lebih mudah, karena sudah jelas posisi dan status mereka bagi klien. Tahap ini dapat mulai dilaksanakan pada pelayanan pekerja sosial yang relevan dengan kebutuhan klien. Proses engagement akan memberikan kesempatan pada klien untuk mengekspresikan harapan-harapannya kepada pekerja sosial dan lembaga dimana pekerja sosial bekerja.


Hasil proses engagement dapat dilihat dari :

a.      Pekerja sosial merupakan bagian dari situasi
b.     Saluran awal komunikasi telah terbuka
c.      Pekerja sosial dan klien bersama-sama sepakat tentang pendekatan-pendekatan umum yg berkaitan dengan pendefinisian peranan masing-masing yang didasarkan atas ekspresi dan klasifikasi harapan klien.
d.     Adanya persetujuan tentang proses pada tahap-tahap selanjutnya.



b.     Intake
Secara harfiah intake berarti proses pemasukan klien ke lembaga atau sistem pelayanan, yaitu suatu prosedur yg digunakan oleh badan sosial agar kontak awal dengan klien menjadi produktif, bermanfaat, berlanjut dan menghasilkan perubahan. Ini merupakan tahap awal dari suatu proses pertolongan (khusus dalam case work) dilakukan dengan wawancara antara pekerja sosial dengan calon klien, apabila memenuhi syarat dibuatlah kontrak.


Prosedur atau prosesnya meliputi :
1.     Peksos memberikan informasi kepada calon klien mengenai pelayanan yg disediakan oleh badan sosial dan apa-apa yg tidak tersedia termasuk persyaratan;
2.     Memperoleh data klien;
3.     Memperoleh gambaran awal tentang hakekat masalah klien;
4.     Mencapai kesepakatan mau-tidaknya klien diberikan pelayanan oleh badan sosial; dan
5.     Menyerahkan klien kepada peksos yg dianggap tepat utk memberikan layanan tersebut.


Metode yg diterapkan pada tahap intake :
1.     Menciptakan relasi dengan klien.
2.     Membantu klien untuk menceriterakan kesulitannya.
3.     Memusatkan dan memilah-milah perhatian.
4.     Membantu klien untuk menggunakan badan sosial.

c.      Contract (Perjanjian/Kesepakatan)
Setelah melakukan engangement dan intake maka akan muncul kebutuhan untuk menciptakan suatu kontrak antara Pekerja Sosial dengan klien. Hal ini ditujukan untuk menciptakan kesepakatan mengenai keterlibatannya di dalam memahami tujuan kerja sama, metode dan prosedur yang ditempuh, dan mendefinisikan peranan dan tugas-tugas pekerja sosial serta peranan dan tugas-tugas klien. Pada dasarnya penciptaan suatu kontrak merupakan suatu partnership. Kontrak bisa terjadi diantara orang tua angkat dengan Caseworker (Pekerja Sosial yang menangani kasus-kasus individu) untuk menentukaan bagaimana mereka memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh anak asuhnya, kontrak antara pekerja sosial dengan orang yang bekerjasama dengannya, dan kontrak antar pekerja sosial dengan kliennya.
Kontrak dapat terjadi secara formal maupun informal bersifat fleksibel dan dibutuhkan untuk mengubah kehidupan melalui relationship pertolongan yang khusus, seperti perubahan pada tujuan prosedur dan peranan. Dasar pemikirannya selalu sama yaitu merupakan suatu pola partnership yang berkaitan dengan situasi yang memerlukan perhatian.
Jadi, kontrak merupakan suatu perumusan dan penyusunan persetujuan kerja guna memperlancar pencapaian tujuan pemecahan masalah.
Pengertian lain mengenai kontrak yakni  merupakan kesepakatan antara pekerja sosial dengan klien tentang segala sesuatu yang akan terjadi dalam proses intervensi. Kesepakatan tersebut meliputi penentuan tujuan, penetapan kerangka dan jadual waktu, serta pembagian tanggung jawab dan peran masing-masing pihak yang terlibat di dalam keseluruhan proses intervensi
Definisi sederhana tersebut dapat lebih dirinci sebagai berikut :
v Suatu kesepakatan yang merinci apa yang dilakukan selama proses intervensi;
v Kontrak ini merupakan kesepakatan kedua belah pihak, yaitu pekerja sosial dengan klien;
v Suatu kontrak biasanya secara umum meliputi empat informasi penting, yaitu tujuan yang akan dicapai, metode dan strategi yang akan diterapkan, jadual waktu, serta kesepakatan tanggung jawab masing-masing pihak; dan
v Format suatu kontrak dapat diwujudkan secara tertulis maupun lisan.
Kontrak merupakan suatu cara yang dapat digunakan untuk memberikan jaminan atas hak-hak klien, serta berguna untuk meningkatkan kemampuan pengendlian klien dalam mengembangkan serta mengimplementasikan suatu rencana.  Kontrak ini bukanlah merupakan dokumen hukum, melainkan lebih merupakan suatu cara untuk melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan serta upaya untuk mengidentifikasi peranan masing-masing pihak dalam pencapaian tujuan yang diharapkan.
Kontrak akan membantu mendokumentasikan apa yang akan dilakukan, siapa yang melakukannya, serta kapan pelaksanaannya.  Kontrak ini menjelaskan kepada klien tentang apa yang akan dilakukan oleh pekerja sosial, lembaga pelayanan, apa yang diharapkan oleh klien maupun significant others. (Ashman, 1993)

Untuk dapat menetapkan dan menghasilkan suatu kontrak yang baik, maka pekerja sosial perlu menerapkan strategi dan teknik berikut ini:
a.      Penciptaan relasi pendahuluan dengan pihak-pihak yang terlibat.
Pada saat membicarakan kontrak, pekerja sosial perlu berusaha untuk menciptakan relasi dengan sistem-sistem dasar yang terlibat ( sistem klien, sistem sasaran, sistem kegiatan dan sistem pelaksana perubahan). Relasi yang efektif akan memungkinkan terciptanya kerjasama yang harmonis.

b.     Penentuan tujuan kontrak.
Tujuan kontrak perlu dirumuskan dan ditetapkan. Dengan jelasnya tujuan kontrak, maka pekerja sosial akan mudah untuk mengajak sistem klien, sistem kegiatan maupun sistem pelaksana perubahan yang lain untuk bekerja sama.

c.      Penjelasan tentang kontrak.
Pekerja sosial hendaknya menjelaskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kontrak. Hal-hal itu meliputi kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan kontrak, tugas dan peranan yang harus dilaksanakan oleh pihak yang terlibat, dan hal apa saja yang tidak boleh dilakukan karena akan dapat menghambat jalannya pencapaian tujuan.
Secara umum, kontrak dalam proses pemecahan masalah dapat terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1.     Kontrak tertulis
Kontrak jenis ini adalah kontrak yang bersifat paling formal.  Kontrak ini memuat segala sesuatu yang disepakati tentang Tujuan pemecahan masalah, peran, tugas, tanggung jawab, hasil, serta jadual waktu pelaksanaan secara tegas dan tertulis serta biasanya ditandatangani oleh klien maupun pekerja sosial. Keunggulan kontrak semacam ini adalah kesepakatan tertulis yang akan menjelaskan segala hal dalam proses pemecahan masalah, dan dapat didokumentasikan sebagai bagian dari catatan kasus.  Kontrak ini akan mencegah kebingungan atau ketidak jelasan peran masing-masing partisipan dalam proses pemecahan masalah.

2.     Kontrak verbal
Kontrak semacam ini sebenarnya memiliki kesamaan dengan kontrak tertulis akan tetapi tidak didokumentasi secara tertulis.  Segala sesuatu yang berkenaan dengan materi kontrak sama dengan kontrak tertulis.  Kelebihan kontrak ini adalah fleksibilitas pelaksanaan peran, tugas, dan tanggung jawab yang diemban.  Selain itu, kontrak semacam ini dapat menjadi alternatif yang baik bagi klien yang kurang dapat bekerjasama atau klien yang kurang percayaterhadap proses pemecahan masalah.  Akan tetapi kontrak ini tidak dapat dijadikan bagian dari catatan kasus secara lengkap.

3.     Kontrak asumtif atau kontrak implisit
Kontrak semacam ini merupakan kesepakatan yang terjadi hanyak berdasarkan asumsi-asumsi atau hanya secara tersirat saja.  Kontrak jenis ini merupakan kontrak yang paling lemah, karena itu harus benar-benar diperhatikan dalam penggunaannya.  Ada dua kelemahan utama dalam hal ini.  Pertama, Adanya kesalahan asumsi.  Pekerja sosial mempunyai asumsi bahwa klien telah memahami apa yang menjadi tugas, tanggung jawab maupun peran yang diembannya, akan tetapi sebenarnya tidak memahaminya.  Selain itu juga pekerja sosial dapat mengasumsikan adanya kesepakatan, walaupun sebenarnya tidak.  Kelemahan kedua adalah sama dengan kelemahan kontrak verbal.
Perumusan dan penetapan  kontrak yang dilakukan secara timbal balik antara pekerja sosial dengan klien merupakan proses yang cukup penting. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pertolongan atau pemecahan masalah bukanlah misteri bagi klien. Cara tersebut akan dapat memberikan gambaran dan kejelasan bagi klien tentang apa yang secara realistis dapat diharapkan dan dilakukan.

2.2   Pendekatan/model yang digunakan dalam tahap Engangement, Intake, Contract
Pekerja sosial menggunakan pendekatan dualistik yakni diarahkan pada orang dan juga lingkungannya. Ketika seseorang mengalami permasalahan, maka pendekatan pekerjaan sosial adalah :
*     Kepada orang (klien) pekerja sosial berupaya untuk melakukan peningkatan kemampuan dan kemauan klien yang mencakup aspek intelektual, sosiai emosional, spiritual dan fisik yang memungkinkan klien dapat berfungsi sosial dengan baik.

*     Kepada lingkungan, pekerja sosial berupaya untuk menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan klien dapat mengembangkan keberfungsian sosialnya.

2.3    Tujuan dari tahap Engangement, Intake, Contract
*    Menghubungkan klien dengan lembaga pelayanan (access services).
Seorang pekerja sosial merupakan media untuk seorang klien dapat mengakses system sumber yang dibutuhkannya untuk memecahkan permasalahan hidupnya.

*    Menjelaskan prosedur dan mekanisme pelayanan (access procedure).
Pekerja sosial berkewajiban untuk memberikan penjelasan sebelum seorang kilen mendapatkan pelayanan-pelayanan dari lembaga-lembaga/ instansi pelayanan sosial yang terkait.

*    Mekanisme hubungan peksos dengan keluarga dan klien (linkage mechanism).
Sebagai seorang pekerja sosial yang professional, seorang pekerja sosial bukan saja melakukan relasi dengan klien dan beberapa system sumber yang dibututhkan. Tetapi, juga berelasi dengan significant others yang dapat menunjang kinerja pekerja sosial dalam memecahkan permasalahan kliennya.

*    Tindakan awal untuk memulai kegiatan (leverage point).
Menyusun, merumuskan, serta menganalisa tindakan-tindakan apa saja yang akan dilakukan untuk membantu klien dalam rangka menyelesaikan permasalahannya.

2.4       Fungsi dari tahap Engangement, Intake, and Contact dalam proses pertolongan

·       Memberikan pemenuhan kebutuhan klien terkait dengan pelayanan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah;
·       Meningkatkan motivasi dan kekuatan klien agar dapat berfungsi sosial; dan
·       Memberikan informasi mengenai pelayanan kepada klien yang membutuhkan pertolongan.


2.5       Peranan dalam tahap Engangement, Intake, and Contract untuk menciptakan :

·       Desire (hasrat)
·       Support (sokongan)
·       Need (kebutuhan)
·       Reward (hadiah)
·       Punishment (konsekuensi)
·       Ambition (semangat tanpa perhitungan)
·       Want (kemauan)
·       Expectation (harapan)
·       Goal/objectives (tujuan)

2.6       Prinsip dalam tahap Engangement, Intake, and Contract

1)     Menjunjung tinggi, menghargai dan menghormati harkat dan martabat klien untuk memperoleh haknya;
2)     Klien memperoleh hak untuk menentukan sendiri apakah bersedia menerima segala persyaratan yang ada untuk memperoleh pelayanan serta saling berbagi tanggung jaawab;
3)     Setiap klien memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi dalam memperoleh pelayanan; dan
4)     Profesionalitas Pelayanan.
Selain itu prinsip yang digunakan dalam tahap pertolongan engangement, intake and contract yakni:
1.     Ekspresi emosional dan secara bertujuan.
Setiap individu memiliki kebutuhan untuk mengekspresikan perasaannya. Emosi (negatif dan positif) dipandang sama pentingnya dengan pikiran dan pengetahuan.

2.     Keterlibatan emosional secara terkendali/ controlled emotional involvement
Pekerja sosial harus mampu untuk ikut ‘merasakan’ orang lain. Pekerja sosial harus mampu menunjukkan pemahaman yang sungguh-sungguh tentang perasaan orang lain.

3.     Penerimaan
Menerima keadaan kelayan apa adanya. Memahaminya pada keadaan saat itu, hal ini tidak identik dengan pekerja sosial menyetujui segala sesuatu yang dilakukan kelayan. Tidak diskriminasi/ tidak membeda-bedakan antar klien.

4.     Sikap tidak menilai
Kelayan mempunyai hak untuk mengemukakan situasi yang dihadapi tanpa tanggapan negatif dari pekerja sosial, artinya pekerja sosial tidak memberikan penilaian pribadi terhadap perilaku klien.

5.     Menentukan diri sendiri
Peksos hanya sebatas memberikan pertolongan, nasehat dan peksos bersama kelayan mengembangkan berbagai alternatif pilihan. Kelayan bebas memilih, menentukan cara pemecahan masalah yang paling sesuai.

6.     Kerahasiaan
Kelayan memerlukan peksos yang dapat dipercaya dan pekerja sosial tidak dibenarkan membicarakannya kepada orang lain, tetapi sebenarnya kerahasiaan itu adalah tidak mutlak.

2.7       Keterampilan yang harus dimiliki Pekerja Sosial dalam Memberikan Pertolongan
a)     Keterampilan Melakukan Kontak Awal.
Keterampilan pekerja sosial dalam melakukan kontak awal dengan pemerlu pelayanan merupakan bagian sangat penting dalam proses pertolongan. Kontak awal dimulai ketika pekerja sosial untuk pertama kalinya bertemu dengan pemerlu pelayanan. Dalam hal ini ada isyarat untuk membuka percakapan, biasanya melalui apa yang disebut dengan “small talk”.
Penampilan yang rileks dari pekerja sosial, dapat mendorong pemerlu pelayanan mengemukakan apa yang mendorongnya datang kepada pekerja sosial. Bagi pemerlu pelayanan,  seberapa jauh kesiapannya, apakah mereka datang sudah mempunyai pemahaman terhadap masalahnya atau belum ?
Pada tahap ini kemungkinan terjadi apa yang disebut dengan Resistensi, yaitu berkaitan dengan penolakan pemerlu pelayanan untuk berubah ; apakah mereka sudah benar-benar siap atau masih ada perasaan menolak. Resistensi sangat bergantung pada kondisi pemerlu pelayanan. Ada 2 alasan terjadinya resistensi, yaitu :
1. Jika seseorang minta bantuan pada pihak lain, oleh suatu kebudayaan dianggap menunjukkan/membuktikan kelemahan
2. Ada kecenderungan untuk menolak perubahan terhadap gaya hidup yang sudah melekat pada diri seseorang. Dalam hal ini diperlukan keterampilan pekerja sosial untuk membentuk Rapport (skill form Rapport). Rapport digunakan untuk menunjukkan kadar relasi yang ditandai oleh adanya keakraban atau keharmonisan antara pekerja sosial dengan pemerlu pelayanan. Elemen-elemen di dalam rapport :
·       Pekerja sosial mampu bersikap bersahabat atau ‘hangat’ serta memberikan perhatian penuh terhadap pemerlu pelayanan;
·       Pekerja sosial dapat menerima semua gagasan dan sikap yang ditunjukkan oleh pemerlu pelayanan; dan
·       Pekerja sosial dapat menerima pemerlu pelayanan sebagai teman yang memiliki derajat yang sama selama wawancara berlangsung.
b)     Keterampilan Melakukan Negosiasi Kontrak. 
Negosiasi kontrak antara pekerja sosial dengan pemerlu pelayanan harus dibicarakan sebelum proses pertolongan berlangsung. Penyusunan struktur pertolongan pada dasarnya adalah menetapkan hakikat, batas-batas, dan tujuan-tujuan pertolongan. Tanggung jawab dan komitmen yang mungkin terjadi antara pekerja sosial dan pemerlu pelayanan dirumuskan, baik mengenai struktur waktu (harus dinyatakan secara jelas) maupun struktur  proses (pemerlu pelayanan dan pekerja sosial terlibat secara aktif dalam proses mencapai tujuan yang mereka tetapkan. Selanjutnya dibuat “kontrak formal” (pemerlu pelayanan dan pekerja sosial bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu yang mereka sepakati).
c)     Keterampilan Memberikan Pengaruh/Mempengaruhi.
Selama kegiatan pertolongan berlangsung, pekerja sosial harus senantiasa dapat memberikan pengaruh yang kuat atau positif agar pemerlu pelayanan memiliki motivasi yang tinggi untuk mengatasi masalah yang dihadapinya.
d)     Differential diagnosis
Keterampilan atau kemampuan peksos untuk memahami keunikan klien, masalah dan situasi sosialnya.
e)     Timing
      a. The personal tempo : kemampuan dlm menyesuaikan irama intervensi dengan kemampuan dan pola hidup klien.
b. Tide in the affairs of men : kemampuan dlm mengetahui dan memanfaatkan momentum kemampuan peksos secara tepat untuk memasuki situasi.
f)      Pertialization : kemampuan peksos dalam memisahkan, mengelompokkan, merealisasikan, menganalisis, dan menginterpretasikan masalah serta menentukan prioritas kebutuhan klien.
g)     Focus : menentukan fokus masalah sebagai point of entry.
h)     Establishing partnership : kemampuan pekerja sosial dalam mengajak   klien dan orang-orang yang terkait (significant others) dalam usaha pemecahan dan  menjelaskan peranan yg harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak dalam rangka bekerja sama memecahkan masalah klien.


2.8       Kegiatan yang dilaksanakan Pekerja Sosial dalam tahap Engangement, Intake, and Contract

1.          Melaksanakan penjajagan awal dengan pihak terkait.
2.          Melaksanakan konsultasi dengan pihak terkait dalam persiapan sosialisasi.
3.          Menyusun rancangan sosialisasi program pelayanan.
4.          Menyusun materi sosialisasi program pelayanan.
5.          Mengumpulkan data peserta sosialisasi program pelayanan
6.          Melaksanakan sosialisasi program pelayanan terhadap masyarakat luas.
7.          Melaksanakan sosialisasi program pelayanan terhadap kelompok sasaran program pelayanan kesejahteraan sosial.
8.          Melaksanakan sosialisasi program pelayanan terhadap pihak yang berpengaruh.
9.          Memberikan supervisi dalam sosialisasi program pelayanan kepada Pekerja Sosial di bawahnya.
10.       Melaksanakan identifikasi calon penerima pelayanan melalui kunjungan rumah (home visit)
11.       Melaksanakan identifikasi calon penerima pelayanan melalui pertemuan dengan masyarakat.
12.       Memberikan supervisi dalam identifikasi calon penerima pelayanan kepada Pekerja Sosial di bawahnya.
13.       Menyusun rancangan kegiatan pemberian motivasi kepada calon penerima pelayanan.
14.       Melaksanakan kegiatan pemberian motivasi kepada calon penerima pelayanan.
15.       Memberikan supervisi dalam kegiatan pemberian motivasi kepada calon penerima pelayanan.
16.       Melaksanakan evaluasi proses pemberian motivasi kepada calon penerima pelayanan.
17.       Menyusun rancangan kegiatan seleksi calon penerima pelayanan.
18.       Menyusun pedoman wawancara untuk kegiatan seleksi calon penerima pelayanan.
19.       Meneliti kelengkapan persyaratan administrasi calon penerima pelayanan.
20.       Melaksanakan wawancara penentuan kelayakan menerima pelayanan (elijibilitas) calon penerima pelayanan.
21.       Menginformasikan hasil seleksi kepada calon penerima pelayanan, keluarga, dan lembaga pengirim.
22.       Melaksanakan rujukan calon penerima pelayanan ke lembaga pelayanan lain
23.       Memberikan supervisi dalam kegiatan seleksi calon penerima pelayanan kepada Pekerja Sosial di bawahnya.
24.       Melaksanakan evaluasi kegiatan seleksi calon penerima pelayanan.
25.       Mengumpulkan data dan informasi tambahan tentang calon penerima pelayanan.
26.       Merumuskan kesepakatan hak dan kewajiban antara pekerja sosial dengan penerima pelayanan.
27.       Mengidentifikasi sarana dan prasarana pelayanan.
28.       Melaksanakan penempatan penerima pelayanan.

2.9     Kajian Kasus Terkait Topik
Kasus I :
Penangkapan korban kasus narkoba yang terjadi pada tanggal 21 September 2010, sekitar jam 16.00 WITA disalah satu pusat perbelanjaan di Manado Sulawesi Utara jalan Sam Ratulangi oleh petugas dari Polda Manado berdasarkan dari hasil penyelidikan dan informasi dari masyarakat. Pelaku tindak pidana tersebut adalah dua orang anak pelajar SMA kelas III, yang salah satunya tertangkap, bernama Kevin Sondakh, lahir di Manado 03 Agustus 1993,  Tersangka tertangkap saat mengambil kiriman paket berisi putauw sebanyak 30 gram yang disembunyikan dalam bungkusan makanan ringan, dari hasil pemeriksaan, diperoleh keterangan bahwa Kevin adalah putra seorang pengusaha, dan hidup serba berkecukupan. Orang tuanya tidak pernah mengetahui akan perilakunya sebagai pengguna maupun pengedar obat-obat terlarang, karena ayah dan ibunya berpisah namun belum bercerai.
Kevin menggunakan obat-obat terlarang karena ia merasa frustasi dan ingin lari dari semua masalahnya dia merasa bahwa selama ini dia tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuannya secara utuh seperti anak-anak yang lain. Kevin mulai mengenal narkoba semenjak bergaul dengan temannya yang bernama Rio. Ia belajar dari Rio tentang bagaimana caranya menggunakan obat-obatan terlarang tersebut sampai bagaimana cara memperolehnya.
Mereka pada awalnya hanya sekedar mencoba namun karena efek yang ditimbulkan adalah kecanduan dan rasa sakit maka mereka secara periodik membeli sebagai kebutuhan bahkan berlanjut bukan hanya sekedar membeli namun juga untuk memperoleh keuntungan dengan cara mengedarkan atau menjual. Setiap hari rabu mereka selalu menerima kiriman karena biasanya hari jumat sampai hari minggu laku banyak.
Dari hasil mengedarkan obat-obat terlarang tersebut, mereka memperoleh uang yang cukup besar. Biasanya uang tersebut mereka gunakan untuk membeli kembali obat-obatan terlarang tersebut untuk dijual kembali maupun untuk kebutuhan mereka sendiri. Mereka melakukan hal tersebut karena awalnya hanya untuk mencari kesenangan dan melupakan masalah yang mereka hadapi namun akhirnya menimbulkan kecanduan yang sulit untuk diatasi dan dihilangkan. Bahkan sebagai akibat dari kecanduan tersebut dan untuk memuaskan semua keinginan mereka menghalalkan segala cara untuk memperoleh obat-obat terlarang tersebut.
Mengetahui hal tersebut orang tua kevin membawa kevin kepada pekerja sosial yang ada di daerah sekitar tempat tinggalnya. Orang tuanya menceritakan kepada pekerja sosial tentang kronologi kejadian. Kaitannya dengan topik khususnya dalam tahap pertolongan engagement, intake and contract pekerja sosial berkewajiban untuk menjelaskan pelayanan-pelayanan yang dapat dimanfaatkan oleh kevin dalam pemecahan masalahnya, terutama menjelaskan tentang metode yang digunakan dalam penyelesaian masalah yang dalam hal ini.
Case work atau Social casework, yang merupakan suatu proses untuk membantu individu-individu dalam mencapai suatu penyesuaian satu sama lain serta penyesuaian antara individu dengan lingkungan sosialnya. Sosial casework merupakan suatu metode yang terorganisir dengan baik untuk membantu orang agar dia mampu menolong dirinya sendiri serta ditujukan untuk meningkatkan, memperbaiki dan memperkuat keberfungsia sosial. ( Rex A Skidmore)
Social casework sendiri merupakan metode untuk membantu individu yang dilandasi oleh ilmu pengetahuan ilmiah, pemahaman dan penggunaan teknik-teknik secara terampil yang ditujukan untuk memecahkan masalah atau mengembangkan potensi individu dan kelompok semaksimal mungkin. Pekerja sosial dapat menjelaskan mengenai prosedur pelayanan dan bagaimana memanfaatkan pelayanan, sehingga apabila orang tua dan kevin sendiri menerima segala persyaratan yang telah dijelaskan oleh pekerja sosial maka akan tercipta kesepakatan antara kedua belah pihak dalam proses penyelesaian masalah yang dihadapi oleh kevin sehingga pekerja sosial dapat melanjutkan ke tahap pertolongan selanjutnya.

Kasus II :
Masalah keterpencilan dan keterasingan : Penanganan masalah keterpencilan dan keterasingan sudah ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (PKAT).
Pelaksanaannya dibagi ke dalam beberapa tahapan : Tahap satu, Dimulai dari study kelayakan bekerja sama dengan lembaga yang mempunyai kompetensi di bidang study/penelitan, dimana lembaga ini akan melaporkan layak tidaknya suatu komunitas dikategorikan sebagai terpencil/ terasing, pemetaan lokasi, jumlah warga dalam komunitas, pertimbangan untuk relokasi ke daerah baru/mendekati pantai/jalan dan pelayanan publik lainnya, penelitian terhadap jenis tanaman palawija dan tanaman tahunan yang cocok bagi persiapan tanah pertanian, keragaman sosial budaya dan minat-minat komunitas terhadap perubahan (pengungkapan kebutuhan).
Tahap kedua adalah tahap mempersiapkan masyarakat di mana masyarakat dibawa dalam suatu kerangka pemikiran untuk perubahan melalui kegiatan sosialisasi yang bisa berupa kegiatan penyuluhan dan bimbingan sosial yang melibatkan instansi lintas sektor seperti : Departemen agama, kesehatan, pertanian/perkebunan, perdagangan, kehutanan dan dinas sosial sendiri. 
  

BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Engagement, Intake and Contract merupakan tahap awal dalam proses pertolongan. Engagement adalah keterlibatan seseorang di dalam suatu situasi, menciptakan komunikasi dan merumuskan hipotesa-hipotesa pendauluan mengenal permasalahan. Intake merupakan  suatu permintaan akan pelayanan (request for services), terjadinya kontrak antara pekerja sosial & klien (PMKS), adanya informasi tentang Alokasi sumber, proses transaksi awal sesuai dengan eligibilitas badan sosial, dan penetapan rumusan pelayanan.
Sedangkan Contract merupakan suatu perumusan dan penyusunan persetujuan kerja guna memperlancar pencapaian tujuan pemecahan masalah. Kontrak merupakan suatu cara yang dapat digunakan untuk memberikan jaminan atas hak-hak klien, serta berguna untuk meningkatkan kemampuan pengendlian klien dalam mengembangkan serta mengimplementasikan suatu rencana.  Kontrak ini bukanlah merupakan dokumen hukum, melainkan lebih merupakan suatu cara untuk melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan serta upaya untuk mengidentifikasi peranan masing-masing pihak dalam pencapaian tujuan yang diharapkan.
Tujuan dari tahap engagement, intake, and contract ini antara lain:
*    Menghubungkan klien dengan lembaga pelayanan (access services).
*    Menjelaskan prosedur dan mekanisme pelayanan (access procedure).
*    Mekanisme hubungan peksos dengan keluarga dan klien (linkage mechanism).
*    Tindakan awal untuk memulai kegiatan (leverage point).
Fungsi dari tahap Engagement, Intake, Contact dalam proses pertolongan yaitu untuk memberikan pemenuhan kebutuhan klien terkait dengan pelayanan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah selain itu berupa pemberian motivasi agar klien dapat berungsi sosial dan menjelaskan dan memberikan informasi terhadap klen mengenai pelayanan yang akan diberikan.
Proses Pertolongan pada tahap Pendekatan awal (engagement, intake, and contract)
a)     Pra seleksi dan seleksi :
Ø  Orientasi dan konsultasi
Ø  Identifikasi
Ø  Motivasi
Ø  Seleksi
Ø  Case conference

b)     Penerimaan
§  Pemanggilan calon klien
§  Pengecekan surat-surat, kesepakatan kontrak pelayanan
§  Mengakses system sumber yang dibutuhkan
§  Case conference

c)     Pra rehabilitasi
·       Pengenalan system sumber yang dapat dimanfaatkan
·       Perbaikan kondisi fisik
·       Pengenalan lingkungan Unit Pelaksana Teknis
·       Pembangkitan motivasi (misalnya outbond, emotional interview untuk klien Therapeutic Community, dll)
·       Pengenalan program untuk Therapeutic Community dan pencegahan kekambuhan
·       Case conference