BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Hingga saat ini terdapat berbagai macam definisi perlindungan
sosial dan jaminan sosial. Keragaman ini dipengaruhi oleh kondisi sosial,
ekonomi, dan politik suatu negara. Berikut adalah beberapa dari sekian banyak
definisi yang digunakan oleh berbagai institusi dan negara.
Asian Development Bank (ADB) menjelaskan bahwa perlindungan sosial pada dasarnya merupakan sekumpulan kebijakan dan program yang dirancang untuk menurunkan kemiskinan dan kerentanan melalui upaya peningkatan dan perbaikan kapasitas penduduk dalam melindungi diri mereka dari bencana dan kehilangan pendapatan.
Asian Development Bank (ADB) menjelaskan bahwa perlindungan sosial pada dasarnya merupakan sekumpulan kebijakan dan program yang dirancang untuk menurunkan kemiskinan dan kerentanan melalui upaya peningkatan dan perbaikan kapasitas penduduk dalam melindungi diri mereka dari bencana dan kehilangan pendapatan.
Tidak berarti bahwa perlindungan sosial merupakan keseluruhan
dari kegiatan pembangunan di bidang sosial, bahkan perlindungan sosial tidak
termasuk upaya penurunan resiko (risk reduction). Lebih lanjut dijelaskan bahwa
istilah jaring pengaman sosial (social safety net) dan jaminan sosial (social
security) seringkali digunakan sebagai alternatif istilah perlindungan sosial, akan
tetapi istilah yang lebih sering digunakan di dunia internasional adalah
perlindungan sosial.
Asian Development Bank membagi perlindungan sosial ke dalam 5
(lima) elemen, yaitu:
1) Pasar tenaga kerja (labor markets);
2) Asuransi sosial (social insurance);
3) Bantuan sosial (social assitance);
4) Skema mikro dan area-based untuk perlindungan bagi komunitas
setempat; dan
5) Perlindungan anak (child protection).
Namun, menurut Bank Dunia dalam “World Bank Social Protection
Strategy”, konsep yang digunakan oleh ADB dalam membagi perlindungan sosial
tersebut masih tradisional. Bank Dunia mendefinisikan perlindungan sosial
sebagai:
a. Jejaring pengaman dan ‘spring board’;
b. Investasi pada sumberdaya manusia;
c. Upaya menanggulangi pemisahan sosial;
d. Berfokus pada penyebab, bukan pada gejala; dan
e. Mempertimbangkan keadaan yang sebenarnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Sistem Perlindungan Sosial
Perlindungan Sosial adalah seperangkat kebijakan dan program
kesejahteraan sosial yang dirancang untuk mengurangi kemiskinan dan kerentanan
(vulnerability) melalui perluasan pasar kerja yang efisien, pengurangan
resiko-resiko kehidupan yang senantiasa mengancam manusia, serta penguatan
kapasitas masyarakat dalam melindungi dirinya dari berbagai bahaya dan gangguan
yang dapat menyebabkan terganggunya atau hilangnya pendapatan.
ASEAN yang beranggotakan sepuluh negara (Brunei Darussalam, Cambodia, Laos, Myanmar, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Singapura, dan Viet Nam) memiliki karakteristik yang beragam, dilihat dari jumlah penduduk, luas wilayah, latar belakang ekonomi, budaya, maupun politiknya. Berdasarkan luas wilayah dan jumlah penduduknya, misalnya, ASEAN terdiri dari negara besar dan padat penduduk (Indonesia) hingga negara mini (Singapura). Secara ekonomi, ASEAN terentang dari negara kaya (Brunei Darussalam dan Singapura) hingga negara miskin (Camboja, Laos dan Myanmar).Akibatnya, kemampuan dan pengalaman negara-negara tersebut dalam menegakkan dan mengembangkan perlindungan sosial sangat beragam.
Secara umum, pertumbuhan ekonomi di kawasan ini telah mampu menurunkan tingkat kemiskinan secara signifikan. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi saja ternyata tidak mampu menjamin keberlanjutan penurunan kemiskinan. Kelompok-kelompok masyarakat baru yang rentan, seperti penganggur, pekerja migran, dan pekerja anak kini cenderung meningkat jumlahnya, terutama paska badai krisis Asia yang menerpa kawasan ini pada tahun 1997. Rendahnya investasi negara untuk jaminan sosial, misalnya, telah memperlemah ketahanan negara-negara di kawasan ini dalam menghadapi guncangan tiba-tiba yang ditimbulkan krisis ekonomi.
ASEAN yang beranggotakan sepuluh negara (Brunei Darussalam, Cambodia, Laos, Myanmar, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Singapura, dan Viet Nam) memiliki karakteristik yang beragam, dilihat dari jumlah penduduk, luas wilayah, latar belakang ekonomi, budaya, maupun politiknya. Berdasarkan luas wilayah dan jumlah penduduknya, misalnya, ASEAN terdiri dari negara besar dan padat penduduk (Indonesia) hingga negara mini (Singapura). Secara ekonomi, ASEAN terentang dari negara kaya (Brunei Darussalam dan Singapura) hingga negara miskin (Camboja, Laos dan Myanmar).Akibatnya, kemampuan dan pengalaman negara-negara tersebut dalam menegakkan dan mengembangkan perlindungan sosial sangat beragam.
Secara umum, pertumbuhan ekonomi di kawasan ini telah mampu menurunkan tingkat kemiskinan secara signifikan. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi saja ternyata tidak mampu menjamin keberlanjutan penurunan kemiskinan. Kelompok-kelompok masyarakat baru yang rentan, seperti penganggur, pekerja migran, dan pekerja anak kini cenderung meningkat jumlahnya, terutama paska badai krisis Asia yang menerpa kawasan ini pada tahun 1997. Rendahnya investasi negara untuk jaminan sosial, misalnya, telah memperlemah ketahanan negara-negara di kawasan ini dalam menghadapi guncangan tiba-tiba yang ditimbulkan krisis ekonomi.
2.2 Jenis Perlindungan Sosial di Asean
Kebijakan
dan program perlindungan sosial, khususnya untuk konteks negara-negara di
kawasan ASEAN, mencakup lima jenis.
1.
Pertama,
kebijakan pasar kerja (labour market policies) yang dirancang untuk
memfasilitasi pekerjaan dan mempromosikan beroperasinya hukum penawaran dan
permintaan kerja secara efisien. Sasaran utama skema ini adalah populasi
angkatan kerja baik yang bekerja di sektor formal maupun informal, para
penganggur, maupun setengah menganggur. Kebijakan ini umumnya terdiri dari
kebijakan pasar kerja aktif dan pasif.
· Kebijakan pasar kerja aktif mencakup
penciptaan kesempatan kerja, peningkatan kapasitas SDM, mediasi antara pemberi
dan pencari kerja.
· Kebijakan pasar kerja pasif meliputi
perbaikan sistem pendidikan, penetapan standar upah minimum, pembayaran
pesangon bagi yang terkena PHK, keamanan dan keselamatan kerja.
2.
Kedua,
bantuan sosial (social assistance), yakni program jaminan sosial (social
security) yang berbentuk tunjangan uang, barang, atau pelayanan kesejahteraan
yang umumnya diberikan kepada populasi paling rentan yang tidak memiliki
penghasilan yang layak bagi kemanusiaan. Skema ini umumnya diberikan kepada
orang berdasarkan “test kemiskinan” tanpa memperhatikan kontribusi sebelumnya,
seperti membayar pajak atau premi asuransi.
Keluarga miskin, penganggur, anak-anak, penyandang cacat,
lanjut usia, orang dengan kecacatan fisik dan mental, kaum minoritas,
yatim-piatu, kepala keluarga tunggal, pengungsi, dan korban konflik sosial
adalah beberapa contoh kelompok sasaran bantuan sosial. Pelayanan sosial,
subsidi tunai atau barang seperti Subsidi Langsung Tunai (SLT), kupon makanan
(food stamp), subsidi temporer seperti tunjangan perumahan, ‘beras miskin’
(Raskin) dapat dikategorikan sebagai bantuan sosial.
3.
Ketiga,
asuransi sosial (social insurance), yaitu skema jaminan sosial yang hanya diberikan
kepada para peserta sesuai dengan kontribusinya berupa premi atau tabungan yang
dibayarkannya. Asuransi kesehatan, asuransi tenaga kerja, asuransi kecelakaan
kerja, asuransi kecacatan, asuransi hari tua, pensiun dan kematian adalah
beberapa bentuk asuransi sosial yang banyak diterapkan di banyak negara.
4.
Keempat, jaring
pengaman sosial berbasis masyarakat (community-based social safety nets).
Dikenal dengan istilah ‘skema mikro dan berbasis wilayah’ (micro and area-based
schemes), perlindungan sosial ini diarahkan untuk mengatasi kerentanan pada
tingkat komunitas. Di Indonesia, misalnya, sejak berabad-abad lalu,
masyarakatnya sudah kaya dengan budaya dan inisiatif lokal dalam merespon
masalah dan kebutuhan rakyat kecil. Di perdesaan dan perkotaan, terdapat
kelompok arisan, raksa desa, beas perelek, siskamling, kelompok pengajian,
kelompok dana kematian yang secara swadaya, partisipatif, egaliter
menyelenggarakan pelayanan sosial. Depsos menyebut sistem perlindungan sosial
lokal ini dengan istilah Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat
(WKSBM). Asuransi mikro seperti halnya ASKESOS (Asuransi Kesejahteraan
Sosial) yang dikembangkan Depsos, asuransi pertanian, dan dana
sosial (social funds) juga dapat dimasukan dalam kategori jaring pengaman
sosial berbasis masyarakat.
5.
Kelima, perlindungan
anak (child protection). Selain struktur penduduk ASEAN berusia muda, persoalan
sosial yang menimpa anak-anak juga semakin serius di kawasan ini. Kasus-kasus
seperti penelantaran anak (child neglect), pekerja anak (child labour),
perlakuan salah terhadap anak (child abuse) dan anak jalanan (street children)
cenderung meningkat. Perlindungan anak ditujukan untuk menjamin perkembangan
kualitas angkatan kerja dimasa depan yang sehat dan produktif. Program perlindungan
anak mencakup pendidikan anak usia dini, beasiswa, pemberian makanan sehat di
sekolah, perbaikan gizi dan imunisasi anak, dan tunjangan keluarga.
Apabila kelima elemen di atas diterapkan secara
tepat, perlindungan sosial dapat memberikan kontribusi yang penting dalam
penanggulangan kemiskinan. Sebagai bagian integral dari pembangunan
kesejahteraan sosial, perlindungan sosial dapat membantu masyarakat dalam
mematahkan lingkaran kemiskinan, karena mampu meningkatkan kualitas pertumbuhan
ekonomi, investasi modal manusia, produktivitas, dan mengurangi kerentanan
anggota masyarakat terhadap berbagai resiko.
2.3 Faktor
Penyebab Kurang Efektifnya Penanganan SPS di ASEAN
Sebagian besar negara
ASEAN telah memiliki beberapa bentuk sistem perlindungan sosial yang melembaga.
Tetapi, kebijakan dan program perlindungan sosial masih dipandang kurang
efektif dalam mengatasi problema kemiskinan. Faktor-faktor penyebabnya antara
lain:
§ Pertama, terbatasnya cakupan, yakni hanya mencakup
sebagian kecil penduduk yang ‘kaya dan umumnya bekerja di sektor formal.
§ Kedua, terbatasnya dana dan distribusinya kedalam
program-program perlindungan sosial yang kurang tepat.
§ Ketiga, lemahnya instrumen dan mekanisme
implementasi karena seringkali hanya dikopi dari negara-negara maju yang belum
tentu sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas negara yang bersangkutan.
§ Keempat, hambatan birokrasi seperti lemahnya
perangkat dan penegakkan hukum, hambatan administrasi dan tidak transparansinya
kepesertaan dan klaim. Masalah ini tidak jarang menghambat akses penduduk
terhadap skema dan manfaat perlindungan sosial yang ditawarkan.
2.4
Penanganan Untuk Memperkuat SPS di ASEAN
Ada beberapa
rekomendasi yang dapat dilakukan untuk memperkuat sistem perlindungan sosial di
ASEAN.
ü Pertama, perlindungan sosial seharusnya sudah
dirancang jauh sebelum sebuah krisis atau resiko menimpa penduduk sehingga
mereka memiliki kesiapan yang cukup dalam menghadapi guncangan.
ü Kedua, masa kondisi
ekonomi yang baik bisa dijadikan momentum untuk menghimpun dana yang cukup
untuk menyiapkan dan merancang model dan mekanisme perlindungan sosial yang
tepat.
ü Ketiga, negara-negara ASEAN dapat memilih berbagai
skema perlindungan sosial sebagaimana yang telah diterapkan di negara lain,
baik di dalam maupun luar kawasan ASEAN, tergantung kepada populasi sasaran dan
kapasitas administrasi negara yang bersangkutan.
ü Keempat, dalam memilih instrumen yang tepat,
pemerintah di negara-negara ASEAN harus dapat menjamin bahwa skema tersebut
mampu untuk :
a) Memberi perlindungan
yang adekuat terhadap penduduk miskin yang paling rentan;
b) Mendorong pentargetan
secara efisien;
c) Menghindari budaya
ketergantungan pada penerima/peserta dengan membatasi besaran dan durasi
pertanggungan;
d)
Sejalan dengan
kebijakan makro ekonomi dan insentif fiskal; dan
e) Mendorong transparansi
dan akuntabilitas dalam desain program, implementasinya, serta penggunaan
sumber-sumber pendanaan.
BAB III
PENUTUP
3. 1 Kesimpulan
Dari
beberapa kebijakan atas program Jaminan Sosial, untuk kawasan ASEAN perlindungan
sosial memprioritaskan tiga elemen utama yaitu :
1. Asuransi
Sosial
Program
asuransi sosial diarahkan agar mampu menekan dampak resiko melalui pemberian
tunjangan opendapatan (income support) ketika sakit, cacat, kecelakaan ketika
bekerja, kelahiran, pengangguran, usia senja serta kematian. Skema ini
didasarkan pada pendekatan konstibusi melalui pembayaran premi setiap tahunnya.
Asuransi sosial mencakup asuransi kecelakaan di tempat kerja, pemberian
pension, pemberian bantuan bagi kelompok cacat sebagian, asuransi kesehatan,
asuransi kehamilan yang meloputi tunjangan selama masa kehamilan dan pasca
melahirkan, asuransi hari tua dan sebagainya.
2. Bantuan
Sosial
Ditujukan
untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dengan cara memangkas kemiskinan secara
langsung. Bantuan sosial berbentuk penyediaan pelayanan sosial dan kesejahteraan
bagi kelompok rentan, pemberian bantuan berupa uang dan barang seperti kupon
makan, dan tunjangan keluarga, serta pemberian subsidi sementara seperti
subsidi perumahan atau kebijakan yang mendukung diturunkannya harga
barang-barang pokok selama krisis. Desain program bantuan sosial yang efektif
dan efisien, erat kaitannya dengan kemampuan menjawab pertanyaan yang
berhubungan dengan eligibility (kelayakan), penerima bantuan (misalnya batas
usia maksimal penerima bantuan), entitlement yaitu hak yang seharusnya
diperoleh penerima (misalnya seorang yang berada di bawah garis standar
kebutuhan atau melalui means testing yakni tes kepemilikan atau kekayaan
seseorang untuk menentukan berhak atau tidaknya seseorang memperoleh bantuan
pemerintah dan penentuan target penerima bantuan), serta administration
(seperti sistem peminjaman klaim dan hal yang berhubungan dengan sistem
administrasi lainnya).
3. Jaminan
Kesejahteraan sosial berbasis masyarakat
Merupakan
jenis perlindungan sosial yang ditujukan untuk melindungi komunitas di daerah
tertentu serta mendorong tumbuhnya sektor ekonomi sebagai prasyarat keamanan
sosial bagi mereka yang membutuhkan. Skema ini berfungsi sebagai pendamping
program asuransi sosial, yang sasaran utamanya adalah kelompok tenaga kerja formal.
Komunitas perdesaan dan perkotaan yang tidak memiliki kemampuan melindungi
dirinya sendiri atas kemungkinan guncangan sosial yang terjadi, secara umum
merupakan target utama jaminan kesejahteraan sosial (Jamkesos) berbasis
masyarakat ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Direktorat
Kependudukan, Kesejahteraan Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan. (2003). Makalah
Sistem perlindungan sosial terpadu. Jakarta: BAPPENAS.
Suharto,
Edi. (2006). Artikel dari Kementerian Sosial RI - Kerja Keras, Kerja Cerdas,
Kerja Mawas, Kerja Selaras dan Kerja Tuntas : Memperkuat perlindungan sosial di
ASEAN. Jakarta: Mensos.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar