Minggu, 18 Maret 2012

Sistem Perlindungan Sosial di Asean



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Hingga saat ini terdapat berbagai macam definisi perlindungan sosial dan jaminan sosial. Keragaman ini dipengaruhi oleh kondisi sosial, ekonomi, dan politik suatu negara. Berikut adalah beberapa dari sekian banyak definisi yang digunakan oleh berbagai institusi dan negara.
Asian Development Bank (ADB) menjelaskan bahwa perlindungan sosial pada dasarnya merupakan sekumpulan kebijakan dan program yang dirancang untuk menurunkan kemiskinan dan kerentanan melalui upaya peningkatan dan perbaikan kapasitas penduduk dalam melindungi diri mereka dari bencana dan kehilangan pendapatan.
Tidak berarti bahwa perlindungan sosial merupakan keseluruhan dari kegiatan pembangunan di bidang sosial, bahkan perlindungan sosial tidak termasuk upaya penurunan resiko (risk reduction). Lebih lanjut dijelaskan bahwa istilah jaring pengaman sosial (social safety net) dan jaminan sosial (social security) seringkali digunakan sebagai alternatif istilah perlindungan sosial, akan tetapi istilah yang lebih sering digunakan di dunia internasional adalah perlindungan sosial.
Asian Development Bank membagi perlindungan sosial ke dalam 5 (lima) elemen, yaitu:
1)      Pasar tenaga kerja (labor markets);
2)      Asuransi sosial (social insurance);
3)      Bantuan sosial (social assitance);
4)      Skema mikro dan area-based untuk perlindungan bagi komunitas setempat; dan
5)      Perlindungan anak (child protection).
Namun, menurut Bank Dunia dalam “World Bank Social Protection Strategy”, konsep yang digunakan oleh ADB dalam membagi perlindungan sosial tersebut masih tradisional. Bank Dunia mendefinisikan perlindungan sosial sebagai:
a.       Jejaring pengaman dan ‘spring board’;
b.      Investasi pada sumberdaya manusia;
c.       Upaya menanggulangi pemisahan sosial;
d.      Berfokus pada penyebab, bukan pada gejala; dan
e.       Mempertimbangkan keadaan yang sebenarnya.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian Sistem Perlindungan Sosial

Perlindungan Sosial adalah seperangkat kebijakan dan program kesejahteraan sosial yang dirancang untuk mengurangi kemiskinan dan kerentanan (vulnerability) melalui perluasan pasar kerja yang efisien, pengurangan resiko-resiko kehidupan yang senantiasa mengancam manusia, serta penguatan kapasitas masyarakat dalam melindungi dirinya dari berbagai bahaya dan gangguan yang dapat menyebabkan terganggunya atau hilangnya pendapatan. 

ASEAN yang beranggotakan sepuluh negara (Brunei Darussalam, Cambodia, Laos, Myanmar, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Singapura, dan Viet Nam) memiliki karakteristik yang beragam, dilihat dari jumlah penduduk, luas wilayah, latar belakang ekonomi, budaya, maupun politiknya. Berdasarkan luas wilayah dan jumlah penduduknya, misalnya, ASEAN terdiri dari negara besar dan padat penduduk (Indonesia) hingga negara mini (Singapura). Secara ekonomi, ASEAN terentang dari negara kaya (Brunei Darussalam dan Singapura) hingga negara miskin (Camboja, Laos dan Myanmar).Akibatnya, kemampuan dan pengalaman negara-negara tersebut dalam menegakkan dan mengembangkan perlindungan sosial sangat beragam. 
Secara umum, pertumbuhan ekonomi di kawasan ini telah mampu menurunkan tingkat kemiskinan secara signifikan. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi saja ternyata tidak mampu menjamin keberlanjutan penurunan kemiskinan. Kelompok-kelompok masyarakat baru yang rentan, seperti penganggur, pekerja migran, dan pekerja anak kini cenderung meningkat jumlahnya, terutama paska badai krisis Asia yang menerpa kawasan ini pada tahun 1997. Rendahnya investasi negara untuk jaminan sosial, misalnya, telah memperlemah ketahanan negara-negara di kawasan ini dalam menghadapi guncangan tiba-tiba yang ditimbulkan krisis ekonomi. 

2.2    Jenis Perlindungan Sosial di Asean
Kebijakan dan program perlindungan sosial, khususnya untuk konteks negara-negara di kawasan ASEAN, mencakup lima jenis. 
1.         Pertama, kebijakan pasar kerja (labour market policies) yang dirancang untuk memfasilitasi pekerjaan dan mempromosikan beroperasinya hukum penawaran dan permintaan kerja secara efisien. Sasaran utama skema ini adalah populasi angkatan kerja baik yang bekerja di sektor formal maupun informal, para penganggur, maupun setengah menganggur. Kebijakan ini umumnya terdiri dari kebijakan pasar kerja aktif dan pasif.
·   Kebijakan pasar kerja aktif mencakup penciptaan kesempatan kerja, peningkatan kapasitas SDM, mediasi antara pemberi dan pencari kerja.
·      Kebijakan pasar kerja pasif meliputi perbaikan sistem pendidikan, penetapan standar upah minimum, pembayaran pesangon bagi yang terkena PHK, keamanan dan keselamatan kerja.
2.         Kedua, bantuan sosial (social assistance), yakni program jaminan sosial (social security) yang berbentuk tunjangan uang, barang, atau pelayanan kesejahteraan yang umumnya diberikan  kepada populasi paling rentan yang tidak memiliki penghasilan yang layak bagi kemanusiaan. Skema ini umumnya diberikan kepada orang berdasarkan “test kemiskinan” tanpa memperhatikan kontribusi sebelumnya, seperti membayar pajak atau premi asuransi.
Keluarga miskin, penganggur, anak-anak, penyandang cacat, lanjut usia, orang dengan kecacatan fisik dan mental, kaum minoritas, yatim-piatu, kepala keluarga tunggal, pengungsi, dan korban konflik sosial adalah beberapa contoh kelompok sasaran bantuan sosial. Pelayanan sosial, subsidi tunai atau barang seperti Subsidi Langsung Tunai (SLT), kupon makanan (food stamp), subsidi temporer seperti tunjangan perumahan, ‘beras miskin’ (Raskin) dapat dikategorikan sebagai bantuan sosial.
3.         Ketiga, asuransi sosial (social insurance), yaitu skema jaminan sosial yang hanya diberikan kepada para peserta sesuai dengan kontribusinya berupa premi atau tabungan yang dibayarkannya. Asuransi kesehatan, asuransi tenaga kerja, asuransi kecelakaan kerja, asuransi kecacatan, asuransi hari tua, pensiun dan kematian adalah beberapa bentuk asuransi sosial yang banyak diterapkan di banyak negara.
4.         Keempat, jaring pengaman sosial berbasis masyarakat (community-based social safety nets). Dikenal dengan istilah ‘skema mikro dan berbasis wilayah’ (micro and area-based schemes), perlindungan sosial ini diarahkan untuk mengatasi kerentanan pada tingkat komunitas. Di Indonesia, misalnya, sejak berabad-abad lalu, masyarakatnya sudah kaya dengan budaya dan inisiatif lokal dalam merespon masalah dan kebutuhan rakyat kecil. Di perdesaan dan perkotaan, terdapat kelompok arisan, raksa desa, beas perelek, siskamling, kelompok pengajian, kelompok dana kematian yang secara swadaya, partisipatif, egaliter menyelenggarakan pelayanan sosial. Depsos menyebut sistem perlindungan sosial lokal ini dengan istilah Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM). Asuransi mikro seperti halnya ASKESOS (Asuransi Kesejahteraan Sosial)  yang dikembangkan Depsos, asuransi pertanian,  dan dana sosial (social funds)  juga dapat dimasukan dalam kategori jaring pengaman sosial berbasis masyarakat.
5.         Kelima, perlindungan anak (child protection). Selain struktur penduduk ASEAN berusia muda, persoalan sosial yang menimpa anak-anak juga semakin serius di kawasan ini. Kasus-kasus seperti penelantaran anak (child neglect), pekerja anak (child labour), perlakuan salah terhadap anak (child abuse) dan anak jalanan (street children) cenderung meningkat. Perlindungan anak ditujukan untuk menjamin perkembangan kualitas angkatan kerja dimasa depan yang sehat dan produktif. Program perlindungan anak mencakup pendidikan anak usia dini, beasiswa, pemberian makanan sehat di sekolah, perbaikan gizi dan imunisasi anak, dan tunjangan keluarga.
Apabila kelima elemen di atas diterapkan secara tepat, perlindungan sosial dapat memberikan kontribusi yang penting dalam penanggulangan kemiskinan. Sebagai bagian integral dari pembangunan kesejahteraan sosial, perlindungan sosial dapat membantu masyarakat dalam mematahkan lingkaran kemiskinan, karena mampu meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi, investasi modal manusia, produktivitas, dan mengurangi kerentanan anggota masyarakat terhadap berbagai resiko.
2.3    Faktor Penyebab Kurang Efektifnya Penanganan SPS di ASEAN
Sebagian besar negara ASEAN telah memiliki beberapa bentuk sistem perlindungan sosial yang melembaga. Tetapi, kebijakan dan program perlindungan sosial masih dipandang kurang efektif dalam mengatasi problema kemiskinan. Faktor-faktor penyebabnya antara lain:
§  Pertama, terbatasnya cakupan, yakni hanya mencakup sebagian kecil penduduk yang ‘kaya dan umumnya bekerja di sektor formal.
§  Kedua, terbatasnya dana dan distribusinya kedalam program-program perlindungan sosial yang kurang tepat.
§  Ketiga, lemahnya instrumen dan mekanisme implementasi karena seringkali hanya dikopi dari negara-negara maju yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas negara yang bersangkutan.
§  Keempat, hambatan birokrasi seperti lemahnya perangkat dan penegakkan hukum, hambatan administrasi dan tidak transparansinya kepesertaan dan klaim. Masalah ini tidak jarang menghambat akses penduduk terhadap skema dan manfaat perlindungan sosial yang ditawarkan. 
2.4    Penanganan Untuk Memperkuat SPS di ASEAN
Ada beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan untuk memperkuat sistem perlindungan sosial di ASEAN.
ü  Pertama, perlindungan sosial seharusnya sudah dirancang jauh sebelum sebuah krisis atau resiko menimpa penduduk sehingga mereka memiliki kesiapan yang cukup dalam menghadapi guncangan. 
ü  Kedua, masa kondisi ekonomi yang baik bisa dijadikan momentum untuk menghimpun dana yang cukup untuk menyiapkan dan merancang model dan mekanisme perlindungan sosial yang tepat.
ü Ketiga, negara-negara ASEAN dapat memilih berbagai skema perlindungan sosial sebagaimana yang telah diterapkan di negara lain, baik di dalam maupun luar kawasan ASEAN, tergantung kepada populasi sasaran dan kapasitas administrasi negara yang bersangkutan.
ü  Keempat, dalam memilih instrumen yang tepat, pemerintah di negara-negara ASEAN harus dapat menjamin bahwa skema tersebut mampu untuk :
a)    Memberi perlindungan yang adekuat terhadap penduduk miskin yang paling rentan;
b)     Mendorong pentargetan secara efisien;
c) Menghindari budaya ketergantungan pada penerima/peserta dengan membatasi besaran dan durasi pertanggungan;
d)     Sejalan dengan kebijakan makro ekonomi dan insentif fiskal; dan
e) Mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam desain program, implementasinya, serta penggunaan sumber-sumber pendanaan.





BAB III
PENUTUP

3. 1   Kesimpulan

Dari beberapa kebijakan atas program Jaminan Sosial, untuk kawasan ASEAN perlindungan sosial memprioritaskan tiga elemen utama yaitu :
1.     Asuransi Sosial
Program asuransi sosial diarahkan agar mampu menekan dampak resiko melalui pemberian tunjangan opendapatan (income support) ketika sakit, cacat, kecelakaan ketika bekerja, kelahiran, pengangguran, usia senja serta kematian. Skema ini didasarkan pada pendekatan konstibusi melalui pembayaran premi setiap tahunnya. Asuransi sosial mencakup asuransi kecelakaan di tempat kerja, pemberian pension, pemberian bantuan bagi kelompok cacat sebagian, asuransi kesehatan, asuransi kehamilan yang meloputi tunjangan selama masa kehamilan dan pasca melahirkan, asuransi hari tua dan sebagainya.
2.     Bantuan Sosial
Ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dengan cara memangkas kemiskinan secara langsung. Bantuan sosial berbentuk penyediaan pelayanan sosial dan kesejahteraan bagi kelompok rentan, pemberian bantuan berupa uang dan barang seperti kupon makan, dan tunjangan keluarga, serta pemberian subsidi sementara seperti subsidi perumahan atau kebijakan yang mendukung diturunkannya harga barang-barang pokok selama krisis. Desain program bantuan sosial yang efektif dan efisien, erat kaitannya dengan kemampuan menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan eligibility (kelayakan), penerima bantuan (misalnya batas usia maksimal penerima bantuan), entitlement yaitu hak yang seharusnya diperoleh penerima (misalnya seorang yang berada di bawah garis standar kebutuhan atau melalui means testing yakni tes kepemilikan atau kekayaan seseorang untuk menentukan berhak atau tidaknya seseorang memperoleh bantuan pemerintah dan penentuan target penerima bantuan), serta administration (seperti sistem peminjaman klaim dan hal yang berhubungan dengan sistem administrasi lainnya).
3.     Jaminan Kesejahteraan sosial berbasis masyarakat
Merupakan jenis perlindungan sosial yang ditujukan untuk melindungi komunitas di daerah tertentu serta mendorong tumbuhnya sektor ekonomi sebagai prasyarat keamanan sosial bagi mereka yang membutuhkan. Skema ini berfungsi sebagai pendamping program asuransi sosial, yang sasaran utamanya adalah kelompok tenaga kerja formal. Komunitas perdesaan dan perkotaan yang tidak memiliki kemampuan melindungi dirinya sendiri atas kemungkinan guncangan sosial yang terjadi, secara umum merupakan target utama jaminan kesejahteraan sosial (Jamkesos) berbasis masyarakat ini.




DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Kependudukan, Kesejahteraan Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan. (2003). Makalah Sistem perlindungan sosial terpadu. Jakarta: BAPPENAS.
Suharto, Edi. (2006). Artikel dari Kementerian Sosial RI - Kerja Keras, Kerja Cerdas, Kerja Mawas, Kerja Selaras dan Kerja Tuntas : Memperkuat perlindungan sosial di ASEAN. Jakarta: Mensos.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar